
Sebanyak 100 pasangan mengikuti prosesi nikah massal yang digelar Kementerian Agama (Kemenag) di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, Sabtu (28/6).
Pernikahan massal bertajuk “Cinta dalam Ridha Ilahi” ini merupakan bagian dari rangkaian peringatan Tahun Baru Islam 1 Muharram 1447 Hijriah.
Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah Kemenag, Cecep Khairul Anwar, menyebut pasangan tertua dalam kegiatan ini berusia 64 tahun.

Menurut Cecep, program ini merupakan yang pertama kali digelar Kemenag bertepatan dengan Muharram, dan untuk pertama kalinya pula dilangsungkan di Masjid Istiqlal. Sebelumnya, kegiatan serupa pernah dilakukan di lokasi berbeda.
Cecep menjelaskan bahwa program nikah massal ini tidak hanya menyatukan pasangan secara sah menurut hukum dan agama, tetapi juga memberikan jaminan hukum dan layanan publik sipil.
Mempelai Dapat Mahar Gratis-Modal Usaha Rp 2,5 Juta

Tak hanya dinikahkan secara resmi, para mempelai juga mendapatkan beragam fasilitas gratis. Mulai dari mas kawin, layanan rias, hingga bantuan modal usaha dari Badan Amil Zakat Nasional (Baznas).
“Dibantu pembinaan ekonomi mikro ya, dana usaha. Satu pasang itu Rp 2,5 juta. Dan nanti itu akan dipantau oleh Baznas, kalau pihak Baznas nanti melihat itu akan ada tambahan karena ada produktivitas yang dihasilkan. Tidak tertutup kemungkinan akan diberikan tambahan,” ujar Menteri Agama Nasaruddin Umar kepada wartawan usai prosesi nikah massal.
“Alhamdulillah seratus pasang ini pertama ditanggung semua maharnya oleh Kementerian Agama,” ujar Nasaruddin.
Ia menambahkan bahwa seluruh pasangan juga mendapat layanan makeup gratis dari sponsor perusahaan kosmetik, serta akta nikah resmi lengkap dengan chip dan kartu.

Tak hanya itu, pasangan pengantin juga mendapatkan pembekalan pasca-akad berupa bimbingan keluarga, ekonomi, dan pendidikan yang berlangsung lebih dari delapan jam. Bimbingan itu dilaksanakan dalam sistem inap, yang sekaligus difungsikan sebagai bulan madu.
“Jadi, dengan dana yang sangat terbatas, tetapi kita bisa memberikan kepuasan terhadap warga masyarakat bangsa Indonesia,” lanjutnya.
Nasaruddin menyebut program ini sebagai bentuk efisiensi biaya pernikahan yang bisa dialihkan untuk kepentingan jangka panjang keluarga.
Kisah Pasangan Tertua

Di tengah gegap gempita prosesi nikah massal yang berlangsung di Masjid Istiqlal, Sabtu (28/6), sepasang pengantin tampak menebar haru di antara deretan pengantin.
Supriyadi (64) dan Susiati (54) bukan hanya datang sebagai peserta, tetapi juga membawa kisah cinta, kehilangan, dan kesabaran.
Pasangan senior tersebut adalah peserta tertua dalam gelaran Nikah Massal Gratis yang diinisiasi oleh Kementerian Agama. Mereka berasal dari Ciracas, Jakarta Timur.
Sejak pagi, Supriyadi dan Susiati duduk berdampingan di ruang utama salat di Masjid Istiqlal, mengenakan busana pengantin sederhana.
Namun, senyum mereka mereka layaknya pasangan pengantin baru yang tak sabar memulai lembaran hidup bersama.
“Kami bersyu, Cecep Khairul ami rencanakan, tapi banyak kendala yang kami lalui sebelumnya,” ujar Supriyadi.
Kisah mereka berawal dari perkenalan pada 2021, masa pandemi ketika banyak orang justru mengalami perpisahan. Namun, bagi Supriyadi dan Susiati, justru di situ mereka saling menemukan.
Keduanya sama-sama pernah menikah. Supriyadi menjadi duda setelah istrinya wafat di tahun yang sama ia bertemu Susiati. Sedangkan Susiati telah menjadi janda sejak 2009.
Hubungan mereka pun berlanjut perlahan, hingga ke jenjang pernikahan. Di sisi lain, Susiati memaknai pernikahan ini sebagai bentuk perjuangan yang tak mengenal batas usia.
“Butuh waktu, butuh semangat, dan butuh keyakinan. Arti pernikahan bagi kami sekarang adalah melanjutkan kehidupan di bawah rida Allah,” ungkapnya pelan.
Nikah Massal Akan Difasilitasi untuk Semua Agama

Menteri Agama Nasaruddin Umar menyatakan bahwa program nikah massal tidak hanya diperuntukkan bagi umat Islam. Kementerian Agama juga bakal memfasilitasi untuk seluruh pemeluk agama lain di Indonesia.
“Semua agama. Kita tidak membeda-bedakan agama apa pun. Kita akan memberikan fasilitas untuk memberikan kemudahan terhadap mereka. Karena dalam Undang-Undang Perkawinan kita itu, tidak sesuatu perkawinan kalau tidak dilangsungkan menurut agamanya masing-masing,” ujar Nasaruddin.
Ia menjelaskan, setiap agama di Indonesia memiliki tata cara pernikahan masing-masing yang diakui dalam sistem hukum nasional.
Oleh karena itu, Kementerian Agama akan mendorong setiap Direktorat Jenderal Agama, mulai dari Katolik, Protestan, Hindu, Buddha, hingga Konghucu untuk menjalankan program serupa sesuai tradisi keagamaan masing-masing.
“Nah seluruh warga negara Indonesia itu diasumsikan punya agama. Konghucu pun juga harus kawin menurut agamanya. Katolik, Protestan, apalagi ya kan,” jelas Nasaruddin.
“Semua agama itu punya sistem perkawinannya dan itu nanti akan kita bantu memfasilitasinya,” lanjutnya.
Kisah Safira dan Harun

Senyum Safira (22) dan Harun (28) merekah, di antara megah dan sakralnya pilar-pilar Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, Sabtu (28/6) pagi. Mereka berdua adalah pasangan yang mengikuti program nikah massal Kementerian Agama.
Bagi pasangan muda ini, prosesi hari itu bukan sekadar formalitas, tapi awal dari kehidupan baru yang telah lama mereka nantikan.
Keinginan untuk segera menikah dan menghindari hal-hal yang tidak diinginkan menjadi alasan utama mereka mengikuti program ini.
“Ada senang juga sih. Supaya biar cepat-cepat halal, menghindari perzinahan juga,” ujar Safira.
Mereka mengetahui program nikah massal ini dari media sosial. Tanpa pikir panjang, mereka langsung mendaftar begitu melihat informasi tersebut.
“Dari TikTok sih, sosial media. Langsung daftar buru-buru ke KUA terdekat,” katanya.
Bagi Safira dan Harun, program ini tidak hanya memberi kemudahan dalam proses pernikahan, tetapi juga meringankan dari sisi pembiayaan. Semua kebutuhan telah disiapkan oleh penyelenggara. Mulai dari mas kawin hingga cenderamata.
Dari Puskesmas ke Pelaminan Istiqlal
