Jakarta -
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) berkolaborasi dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) untuk meluncurkan aplikasi prakiraan cuaca yang dapat membantu wisatawan.
Aplikasi itu akan berbasis dampak (Impact Based Forecasting) atau berfungsi memprakirakan dampak tertentu dari cuaca yang akan terjadi di daerah tertentu.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan aplikasi itu tak cuma dapat menunjukkan prakiraan cuaca, bisa juga memprakirakan dampak yang terjadi. Aplikasi itu diharapkan berguna bagi traveler saat berwisata.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau impact based tuh bisa tahu kalau cuacanya begini, nanti dampaknya apa? Apakah akan ada banjir? Apakah akan ada longsor? Apakah jalanan licin?" kata Dwikorita kepada wartawan selepas The Weekly Press Briefing with Sandi Uno, di Gedung Kemenparekraf, Jakarta, Senin (19/8/2024).
Menariknya, selain bisa memprediksi, aplikasi itu dapat memberi saran yang berguna bagi pelancong yang bepergian atau berwisata ke suatu tempat. Seperti pakaian apa yang dikenakan, hingga apa yang harus dilakukan saat cuaca tersebut terjadi.
"Nah bagi wisatawan yang tracking, yang mendaki, itu sangat penting kan? Enggak hanya sekedar 'Oh cuaca cerah', 'Oh akan hujan'. Nggak cukup, tapi gimana impact-nya, lalu rekomendasinya harus bagaimana? Apakah harus mengenakan baju hangat atau malah jangan terlalu hangat karena akan sangat panas? Harus minum air putih yang banyak atau harus membawa obat-obatan," ujarnya.
Saat ini program itu sedang diuji coba di tempat wisata Labuan Bajo. Rencananya proyek percontohan itu akan diluncurkan November atau Desember di tahun ini. Adapun waktu itu dipilih karena pada bulan-bulan itu kerap terjadi peningkatan curah hujan dan La Nnina.
"Jadi impact best forecasting atau prakiraan cuaca berbasis dampak artinya adalah ya prakiraan cuaca untuk memperkirakan kondisi cuaca, namun kontennya tidak hanya suhu udara berapa derajat, apakah akan terjadi hujan atau berawan, kecepatan angin berapa, kelembaban udara berapa, tidak cukup hanya itu," kata dia.
"Namun juga potensi dampaknya bagaimana, apakah akan terjadi kilat petir, apakah akan terjadi, puting beliung apakah akan terjadi longsor apakah akan banjir, lalu apa yang harus dilakukan? Bagaimana cara menyikapinya, ini sangat penting bagi para wisatawan ya," dia menambahkan.
Ia menyebut teknologi itu bukan untuk menakut-nakuti, melainkan agar praktik wisata dapat dijalankan dengan optimal.
(wkn/fem)