Jakarta, CNBC Indonesia - Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (PERHAPI) membeberkan bahwa Industri pertambangan di Indonesia kini mulai melirik penggunaan kendaraan listrik. Hal itu salah satunya didoring oleh tingginya biaya yang dikeluarkan untuk bahan bakar.
Ketua Umum PERHAPI Sudirman Widhy Hartono mengatakan biaya bahan bakar untuk sektor pertambangan sendiri bisa mencapai 30 hingga 60% dari total biaya operasional. Belum lagi ditambah dengan biaya perawatan.
"Jadi mereka memang kalau mau jujur itu faktor utama untuk beralih ke EV. Misalnya lingkungan itu nomor 2 atau 3 tapi faktor biaya. Terutama perusahaan tambang untuk beralih ke EV," kata Sudirman dalam acara Sharing Session: The Future EV In Mining Industry, dikutip Rabu (27/8/2025).
Menurut dia, dengan adanya mandatori penggunaan biodiesel B40 khususnya di industri pertambangan, harga bahan bakar bisa melonjak hingga Rp21.000-24.000 per liter di beberapa daerah. Salah satunya seperti yang terjadi di Sulawesi.
"Beberapa bulan lalu bahkan setelah dilepas, menjadi agak melonjak untuk beberapa kawasan misalnya Sulawesi. Itu semakin banyak perusahaan tambang," ujarnya.
Sudirman lantas memaparkan untuk setiap pengangkutan batubara, rata-rata konsumsi mencapai 0,05 liter per ton per kilometer. Artinya jika truk berkapasitas 40 ton berjalan sejauh 4 km, maka truk tersebut membutuhkan sekitar 2 liter bahan bakar.
"Dua liter ini kalau pakai B40 mengeluarkan biaya fuel 2 kali 250. Sementara secara umum 1 liter fuel jika digantikan EV di kisaran 3-5 kwh. Mungkin ada yang lebih. Kalau ambil 5 kwh, listrik itu hanya 1.000 per kwh. Jadi untuk konsumsi 5 kwh itu hanya 5 ribu. Untuk 2 liter hanya 10.000 saja. Ini sangat memancing keinginan dari pengusaha tambang untuk beralih ke EV," katanya.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article
RI Kembangkan Bisnis EV dengan Australia, Ini Targetnya