Jakarta -
Ekonom Senior INDEF Faisal Basri mengkritik rencana pemerintah untuk menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12%. Menurutnya, kenaikan pajak seharusnya dikenakan untuk industri batu bara saja, kenaikan PPN disebutnya bakal menambah beban masyarakat.
Faisal awalnya menyinggung bahwa pemerintah kini gencar memberi insentif bagi korporasi tapi menambah beban rakyat. Selain itu, ia mengatakan rencana pemerintah untuk menaikkan PPN menjadi 12% juga tidak efisien sebab tambahan pendapatan negara diproyeksikan hanya sekitar Rp 100 triliun saja.
"Jadi teman-teman sekalian, apa yang terjadi kalau tatanan dirusak. Insentif diberikan kepada korporasi yang besar, sementara rakyat dibebani terus, hampir pasti PPN akan dinaikkan 12% yang dikecualikan barang dan jasa. Saya bingung juga, yang dikecualikan barang dan jasa atau judulnya keliru, nanti banyak yang dikecualikan. Itu coba bayangkan tambahan pendapatan dari menaikkan 11% ke 12% itu tidak sampai Rp 100 triliun," kata Faisal dalam diskusi berjudul 'Kemerdekaan dan Moral Politik Pemimpin Bangsa, Senin (19/8/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Faisal jika pemerintah berencana untuk menambah lebih banyak pendapatan negara, yang sebaiknya dilakukan adalah mengenakan pajak ekspor untuk komoditas batu bara. Dengan pengenaan pajak ekspor, Faisal mengatakan bahwa negara bisa mendapatkan pendapatan sekitar Rp 200 triliun.
Namun Faisal mengatakan bahwa opsi ini tidak diambil oleh pemerintah. Ia menyebut hal ini sebagai bukti pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) jauh dari teori sentimen moral yang ideal.
"Padahal kalau kita kenakan pajak ekspor buat batu bara itu bisa Rp 200 triliun. Nah, ini yang moral sentiment itu, theory of moral sentiment itu jauh. Jauh dari yang kita lihat di era pak Jokowi ini," jelas dia.
Sebelumnya berdasarkan catatan detikcom, tarif PPN di Indonesia adalah sebelas persen yang berlaku sejak 1 April 2022 lalu. Informasi ini tertera dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang disahkan pada 29 Oktober 2021 lalu oleh Presiden Joko Widodo.
Namun, pemerintah diketahui merencanakan agar tarif PPN naik sampai 12% pada 2025. Berdasarkan penjelasan dalam UU HPP Nomor 7 Tahun 2021, tepatnya Pasal 7, ayat (1), huruf b, tarif pajak 12 persen akan berlaku paling lambat mulai 1 Januari 2025. Bunyi aslinya adalah sebagai berikut:
Sebesar 12% (dua belas persen) yang mulai berlaku paling lambat pada tanggal 1 Januari 2025.
Terkait masa berlakunya, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto sempat menyatakan bahwa itu adalah kewenangan pemerintah selanjutnya. Ia menambahkan bahwa PPN nantinya juga akan ada dalam UU APBN.
"Terkait PPN itu UU HPP, jadi selama ini UU HPP bunyinya demikian. Tetapi mengenai apa yang diputuskan pemerintah, nanti pemerintah akan memasukkan itu dalam UU APBN (2025). Jadi kita lihat saja UU APBN itu bisa membuat kebijakan terkait dengan angka PPN tersebut," ucapnya Jumat (22/3/2024).
(fdl/fdl)