Resistensi Mengintai! Bahaya Konsumsi Obat Antibiotik Tanpa Resep Dokter

Liputan6.com, Jakarta Hampir 80% masyarakat Indonesia telah mengonsumsi antibiotik tanpa resep dokter. Padahal aturan penggunaan obat jenis ini sudah jelas, memerlukan arahan dari dokter untuk penggunaannya.

Sebenarnya, penggunaan antimikroba secara sembarangan ini menyebabkan mikroba berbahaya menjadi kebal dan membawa ancaman kematian yang nyata. 

“Dari tahun 2020, 2021, sampai 2024 data (menunjukkan) hampir 80% rakyat kita menggunakan antibiotik tidak dengan resep dokter,” ungkap Taruna Ikrar, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Indonesia, dalam acara “Bedah Buku Prof. Dr. Taruna Ikrar, M. Biomed., Ph.D (Kepala BPOM)” yang diselenggararakan pada Kamis, 21 Juli 2025. 

Taruna mengungkapkan, penggunaan antibiotik tanpa resep ini bukan hanya masalah nasional, tetapi telah menjadi masalah global. Hingga kini sebanyak 1,7 juta penduduk dunia meninggal setiap beberapa hari, akibat dari penggunaan obat antimikroba tanpa resep ini. 

“Ancaman antimikroba ini tidak hanya negeri kita, tapi seluruh dunia terganggu,” katanya.

Taruna mengatakan antibiotik sejatinya merupakan senjata ampuh untuk mengatasi infeksi akibat bakteri. Namun, penggunaan antibiotik tanpa resep dapat berakibat pada terjadinya resistensi antibiotik. Resistensi inilah yang kemudian menjadi penyebab kematian. 

“Kita melawan itu setiap hari, setiap detik. Jadi kalau peluru kita, senjata kita adalah antibiotik, antivirus, anti parasit, bayangkan jika seandainya  tidak mempan lagi, tentu kita akan kocar kacir, akan kalah, dan output kekalahan itu adalah kematian,” jelas Taruna. 

Dilansir dari MedlinePlus, antibiotik merupakan obat yang fungsinya untuk melawan bakteri pada manusia dan hewan. Antimikroba ini bekerja dengan membunuh bakteri penyebab infeksi atau menghambat pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri tersebut. 

Tetapi, tidak semua infeksi dapat diobati dengan antibiotik, seperti infeksi sinus. Penggunaan antibiotik saat tidak diperlukan tidak akan membantu tubuh melawan bakteri, melainkan menghasilkan efek samping yang dapat membahayakan tubuh. 

Taruna mangatakan, seluruh dunia telah terganggu oleh ancaman ini, menyebutnya sebagai silent pandemic. Istilah ini digunakan untuk menyebut suatu kondisi di mana bakteri telah kebal pada antibiotik. 

“Jika sebuah virus, bakteri, atau parasit telah melukai kita, menginfeksi kita, lantas kita mampu melawannya lewat daya tahan tubuh kita dan antibiotik atau antimikroba lain yang kita gunakan makan kita sembuh. Namun, ketika tidak, nyawa terjadi (terancam), itulah yang disebut silent pandemic,” jelas Taruna.

Setelah pandemi Covid-19, silent pandemic menjadi ancaman yang mengintai di depan mata. Kenapa bisa menjadi ancaman? Sebab, antibiotik merupakan obat yang ampuh untuk menyembuhkan infeksi.

Bayangkan apa yang terjadi jika bakteri telah kebal, antibiotik tidak lagi bisa lagi membantu tubuh melawan bakteri. Bakteri akan terus menginfeksi, dan sebabkan kematian sebagai respon dari kekalahan tubuh melawan bakteri. 

Perlu diingat bahwa antibiotik tidak akan berpengaruh pada infeksi yang disebabkan oleh virus. Mengonsumsi antibiotik ketika tidak diperlukan tidak akan membuat tubuh menjadi pulih, yang terjadi adalah efek samping yang membahayakan tubuh. 

Penting untuk mengonsumsi antibiotik dengan cara yang bijak, berikut aturan penggunaan antibiotik sebagaimana dilansir dari MedlinePlus:

• Mengikuti petunjuk dari dokter dengan saksama
• Menghabiskan antibiotik meskipun telah merasa lebih baik. Jika pengobatan dihentikan terlalu cepat, beberapa bakteri akan bertahan hidup dan kembali menginfeksi tubuh.
• Jangan simpan antibiotik untuk nanti
• Jangan berbagi antibiotik dengan orang lain
• Jangan mengonsumsi antibiotik yang diresepkan untuk orang lain. Hal ini dapat menimbulkan efek samping dan memperburuk kondisi infeksi.