PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) mulai uji coba produksi bahan bakar pesawat ramah lingkungan dari minyak jelantah atau Used Cooking Oil (UCO).
Bahan bakar pesawat ramah lingkungan atau Pertamina Sustainable Aviation Fuel (SAF) dari minyak jelantah itu diproduksi untuk uji coba setelah penggantian katalis pada unit Treated Distillate Hydro Treating (TDHT) Kilang Cilacap.
"Sebelum tahapan produksi ini, Kilang Cilacap telah melakukan penggantian katalis. Katalis ini merupakan salah satu inovasi yang sangat penting dalam produksi Pertamina SAF dengan bahan baku minyak jelantah," kata Direktur Operasi KPI, Didik Bahagia melalui keterangan resmi, Rabu (30/7).
Katalis ini berfungsi untuk mendukung proses produksi Pertamina SAF dan dikenal dengan nama Katalis Merah Putih. Setelah produk dihasilkan di kilang, produk akan diuji baik di laboratorium milik KPI maupun di Lemigas.
Tujuannya untuk memastikan standar produk dan nantinya akan inaugurasi penerbangan di pertengahan Agustus tahun ini.
Sebelumnya KPI juga telah telah memproduksi dan menguji coba SAF dengan bahan baku Refined Bleached Deodorized Palm Kernel Oil (RBDPKO) atau minyak inti sawit.
"Keberhasilan ini tentunya tidak hanya menjadi keberhasilan Pertamina semata, tapi akan menjadi kebanggaan kita sebagai bangsa dapat menghasilkan produk yang berkelas dunia," tutup Didik.
Menurut dia, Pertamina Group mendukung terbentuknya ekosistem SAF di Indonesia, mulai dari proses pengumpulan jelantah, produksi SAF berbahan baku minyak jelantah, hingga akhirnya digunakan oleh maskapai penerbangan.
INACA: Bahan Bakar Pesawat dari Jelantah Bikin Tiket Murah
Ketua Umum Indonesia National Air Carriers Association (INACA) Denon Prawiraatmadja mengatakan penggunaan bahan bakar pesawat dari minyak jelantah berpotensi menurunkan harga tiket pesawat jika pengelolaannya dilakukan secara efisien.
Meskipun menurut dia, inisiatif tersebut tidak langsung membuat tarif operasional maskapai menjadi lebih terjangkau. Sebab bergantung pada penggunaan jangka panjang bahan bakar ramah lingkungan tersebut.
“Nah yang tadi saya maksud, kalau operational expenditure-nya ini makin lama makin efisien, tentu bukan tarifnya makin murah, tapi semakin affordable, dan traffic-nya juga makin meningkat,” jelas Denon saat ditemui di acara Indonesia Aero Summit 2025 di Jakarta Barat, Rabu (30/7).
Denon menjelaskan banyak faktor yang bisa mempengaruhi harga tiket pesawat, mulai dari bahan bakar, nilai tukar mata uang, harga avtur, infrastruktur bandara, serta biaya layanan penumpang atau passenger service charge (PSC).
“Jadi saya pikir salah satu upaya pemerintah untuk nanti jangka panjangnya menyiapkan used cooking oil ini sebagai campuran dari SAF (sustainable aviation fuel), dari bioavtur, ini diharapkan bisa membantu menurunkan tarif tiket,” ujar Denon.