Jakarta -
*CATATAN: Informasi ini tidak untuk menginspirasi siapapun untuk bunuh diri. Jika Anda memiliki pikiran untuk bunuh diri, segera mencari bantuan dengan menghubungi psikolog atau psikiater terdekat. Jika Anda atau seseorang yang Anda kenal mengalami tanda peringatan bunuh diri, segera hubungi Hotline Kesehatan Jiwa Kemenkes 021-500-454.*
Kasus perundungan di kalangan dokter telah menjadi perhatian berbagai pihak. Tindakan bullying disebut-sebut sudah terjadi selama berpuluh-puluh tahun.
Adanya 'tradisi' perundungan yang terjadi di dunia kedokteran tak hanya menyebabkan kerugian fisik, tetapi juga mental dan finansial bagi peserta didik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
G, salah satu residen (calon dokter spesialis) di sebuah perguruan tinggi luar pulau Jawa mengaku bullying yang dialami membuatnya sampai berobat ke psikiater karena sudah mengeluhkan gejala halusinasi. Dirinya juga harus rutin minum obat selama tiga bulan.
Meski sulit, G memilih tetap untuk bertahan. Hal ini dikarenakan proses masuk perguruan tinggi yang ditempuhnya saat ini terbilang sulit, ia hanya bisa berharap biaya yang dikeluarkan di masa PPDS sepadan dengan hasil akhir di waktu dirinya berpraktik.
"Toh dengan asumsi hanya 3,5-4 tahun saja. Dengan harapan setelah itu mungkin bisa balik modal," sebutnya.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin sempat menduga kasus bullying di ranah kedokteran banyak memicu korban jiwa, hanya saja banyak yang ditutupi. Terlebih, Menkes menyebut banyak mahasiswa PPDS yang ingin melakukan bunuh diri.
"Bahkan korban jiwa tidak hanya hari ini saja biasanya ditutup-tutupi, baru kali ini saja ini terbuka. Dan kita akan beresin ini secepat mungkin," imbuhnya kepada wartawan di Istana Wakil Presiden, Kamis (15/8/2024).
(suc/up)