Jakarta -
Sejumlah ekonom mengkritik keputusan Presiden Joko Widodo menunjuk Bahlil Lahadalia menjadi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Mereka menduga penunjukan merupakan bagian dari upaya konsolidasi kekuasaan sekaligus menjadi cara agar izin tambang lebih mudah dibagi-bagi untuk organisasi masyarakat.
Ekonom Senior INDEF Faisal Basri, ragu pergantian kabinet yang dilakukan dua bulan menjelang berakhirnya masa pemerintahan Presiden Jokowi bakal berpengaruh positif bagi dunia usaha. Menurutnya, perombakan hanya politik transaksional. Oleh sebab itu, Faisal menduga penunjukan Bahlil sebagai Menteri ESDM justru membuka kesempatan bagi mantan Ketua HIPMI tersebut untuk membagi-bagi izin tambang.
"Saya tidak tahu apa yang terjadi (dengan) pak (Arifin) Tasrif, tapi ini, kan, memperlancar proses penguasaan tambang, termasuk bagi-baginya nanti ke siapa aja lagi. Kan, ormasnya tidak terbatas Muhammadiyah dan NU (Nahdlatul Ulama), lain-lain juga antre. Nah, ini tidak lewat lelang tapi penunjukan-penunjukan. Jadi, bagian dari rusaknya tatanan ini. Tatanannya dirusak, kemudian diperlukan sosok-sosok yang pokrol bambu gitu," kata Faisal dalam diskusi berjudul 'Kemerdekaan dan Moral Politik Pemimpin Bangsa, Senin (19/8/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, juga berpendapat serupa. Ia mengatakan penyebab pergantian sejumlah jabatan menteri jelas didorong pertimbangan politik. Hal ini dinilainya bisa memperburuk iklim usaha karena pergantian dilakukan secara mendadak tanpa analisis mendalam.
Wijayanto pun sepakat dengan pendapat Faisal yang menduga Bahlil ditunjuk untuk mempermudah pembagian izin tambang bagi kelompok tertentu. "Yang disampaikan Pak Faisal tadi relevan, untuk mempercepat distribusi license ke tambang bagi kelompok tertentu. Karena bagi-bagi (izin) tambang tadi (adalah) upaya merangkul elit atas dan elit menengah atas dengan pendekatan carrot, monetary (bersifat uang)," jelasnya.
Pendapat serupa juga dilontarkan Ekonom Senior INDEF Didin S Damanhuri, ia mengatakan penunjukan Bahlil sebagai Menteri ESDM membuat posisinya lebih kuat untuk memberi konsesi tambang ke berbagai pihak. Tapi, dia menduga ada tujuan yang lebih besar dari penunjukan tersebut, Bahlil didorong Presiden Jokowi menjadi Ketua Umum Partai Golkar.
Didin pun berharap bagi-bagi izin tambang tidak terjadi di bawah kepemimpinan Bahlil selaku Menteri ESDM. Sebab, hal tersebut akan memperlemah daya kritik organisasi masyarakat seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama di tengah semakin masifnya isu persoalan dan dampak lingkungan dari industri pertambangan.
"Ormas seharusnya kekuatan civil society yang bisa menyeimbangkan pemerintahan jika terjadi kebijakan yang merugikan rakyat. Padahal, kita tahu di tambang ini korupsi timah Rp 300 triliun dan ada kasus besar lain. Belum lagi di nikel dan sektor-sektor lain (seperti) sawit, batu bara. Nah, ini, kan, peristiwa-peristiwa korupsi sumber daya alam yang luar biasa sehingga Indonesia terkena kutukan sumber daya alam karena masyarakatnya tambah miskin. Ini nggak ada balance dari civil society yang besar seperti NU, Muhammadiyah, atas suaranya atas nama rakyat bisa 200 juta itu kan lain. (Karena) Sekarang sudah menerima konsesi tambang, mana mau dia melakukan kritik terhadap Jokowi. Apalagi nanti misalnya Prabowo melanjutkan tradisi kepemimpinan yang banyak kerusakan ini," pungkasnya.
Sebagai tambahan informasi, pagi hari ini, Senin (19/8) Jokowi melakukan reshuffle Kabinet Indonesia Maju. Posisi Menteri ESDM menjadi salah satu yang menjadi sasaran rotasi oleh Jokowi. Posisi menteri yang awalnya diduduki Arifin Tasrif itu digantikan oleh Bahlil Lahadalia yang menjabat sebagai Menteri Investasi/Kepala BKPM.
Selanjutnya, posisi Menteri Investasi/Kepala BKPM akhirnya diisi oleh Rosan Roeslani. Lalu Jokowi juga mengangkat Angga Raka sebagai Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika.
Selain menteri dan wakil menteri, Jokowi juga melantik sejumlah pihak sebagai kepala badan. Pertama ialah pelantikan Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi, lalu ada Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana, dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Taruna lkrar.
(fdl/fdl)