Jakarta -
Ekonom senior INDEF Faisal Basri mengkritik Bank Indonesia (BI). Ia mengatakan institusi tersebut harus dibenahi karena saat ini terjadi fenomena rendahnya akses masyarakat terhadap kritik murah.
Pernyataan itu ia lontarkan dalam agenda diskusi daring berjudul 'Kemerdekaan dan Moral Politik Pemimpin Bangsa'. Faisal menyinggung tugas utama BI adalah menjadi lembaga financial intermediary agar masyarakat memperoleh akses kredit dengan bunga yang murah. Tapi yang terjadi adalah Indonesia jadi salah satu negara dengan selisih bunga perbankan tertinggi di dunia.
"Kalau teman-teman lihat selisih antara suku bunga dengan inflasi di dunia ini, Indonesia itu paling tinggi. Jadi, net-interest ratenya tinggi sekali, yang diurusin QRIS, lah, digital. Lah, padahal baru 51% orang dewasa di Indonesia yang terakses ke bank, financial inclusion indexnya itu," kata Faisal, Senin (19/8/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia kemudian mengatakan saat ini terjadi disharmoni antar situasi politik dengan ekonomi, hal ini berefek terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berkisar di angka 5% saja.
Dalam aspek pertumbuhan ekonomi juga, Faisal mengatakan bahwa pemerintah seolah berdiam diri sebab pertumbuhan ekonomi Indonesia masih berkisar di angka 5% karena bergantung pada konsumsi masyarakat saja. Tidak ada upaya signifikan untuk mendorong kemudahan akses kredit perbankan bagi sektor swasta.
"Kredit perbankan ke sektor swasta termasuk BUMN itu hanya 30,6%. (Padahal) Seluruh negara Asia five, Asia six itu di atas 100% (tingkat penyaluran kreditnya) kita di atas 50% saja tidak, dan itu merupakan tidak kepedulian," jelas dia.
(fdl/fdl)