Jakarta -
Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) berkomitmen untuk serius dalam memberantas perundungan atau bullying di lingkungan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS). Perlahan, Kemenkes menunjukkan adanya progres atau kemajuan terkait hal tersebut.
Terkait salah satu bentuk bullying dari senior ke junior yakni paksaan untuk makan lima bungkus nasi padang, Kemenkes mengakui jika hal itu benar adanya. Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes RI Azhar Jaya mengatakan saat ini pihaknya telah mengantongi nama-nama yang terlibat pada perundungan tersebut.
"Mungkin Anda tahu kasus nasi padang? Nasi padang juga kita akan tuntaskan semua. (Kasus) nasi padang, orangnya akan kita panggil semua," ujar Azhar kepada detikcom di hotel JW Marriot, Kuningan, Jakarta Selatan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sudah ada (nama terduga pelaku) nasi padang," sambungnya.
Kemenkes Terima Hampir 1.500 Laporan soal Bullying
Terkait viralnya kasus perundungan di lingkungan PPDS, Kemenkes mengatakan mereka telah mendapatkan hampir 1.500 laporan terkait bullying. Setelah didalami, hanya sekitar 30 persen dari seluruh laporan ini yang bisa diusut.
"Jadi kita di Kemenkes itu terima hampir 1.500 laporan tentang bullying. 70 persen setelah kami dalami itu bukan bullying," ujar Azhar.
"Nah ini yang 30 persen kita tindak lanjuti. Jadi kita nggak serta merta, (menindaklanjuti) laporan bullying. Tapi kita cari dulu bukti-buktinya, kalau ternyata memang kuat kita tindak lanjuti dengan langkah-langkah pendisiplinan di lapangan," sambungnya.
Waktu yang Tepat untuk Melapor
Kemenkes mendorong para korban perundungan untuk segera melaporkan segala bentuk perundungan ke Kemenkes. Kemenkes berjanji akan memberikan sanksi tegas kepada para pelaku jika terbukti ada pelanggaran.
"Ini kesempatan sebenarnya (untuk melapor), dan mereka juga sudah melihat bahwa Kemenkes tidak ragu untuk mengambil tindakan tegas sesuai dengan kewenangannya," tegas Azhar.
Kemenkes berjanji akan terus memperbaiki proses pendidikan pada lingkungan PPDS. Hal ini karena Indonesia masih membutuhkan banyak dokter spesialis.
"Jadi sekali lagi kita sangat membutuhkan dokter spesialis, karena Indonesia masih kurang. Tetapi kita juga harus perbaiki proses pendidikannya," kata Azhar.
"Untuk mendidik dokter spesialis tidak perlulah melalui proses kekerasan, intimidasi yang tidak perlu," tutupnya.
NEXT: Respons Kemenkes soal Bantahan Undip Terkait Bunuh Diri
Simak Video "Wamenkes soal Bullying PPDS Undip: Kepolisian Sedang Menginvestigasi"
[Gambas:Video 20detik]