
AKTIVITAS penambangan emas ilegal disepanjang aliran Sungai Wariori dan Wasirawi, Kabupaten Manokwari, Papua Barat, menjadi sorotan. Anggota DPR RI Dapil Papua, Yan Permenas Mandenas bersama Bupati Manokwari Hermus Indou yang meninjau langsung lokasi tambang pada Kamis (28/8). Mereka menemukan kerusakan lingkungan yang semakin parah dan mendesak pemerintah pusat segera turun tangan.
Yan Mandenas mengungkapkan, kondisi Sungai Wariori sudah berubah drastis akibat pengerukan tambang. “Yang terjadi di Distrik Wasirawi, khususnya disepanjang batang air dari Kali Wariori atau Sungai Wariori, bentuk dari pada sungai ini sudah berubah total, menjadi kolam-kolam besar yang ditinggalkan oleh aktivitas pertambangan emas ilegal,” tegasnya.
Yan menilai lambannya penertiban tidak lepas dari adanya oknum yang membekingi tambang ilegal tersebut. “Kalau tidak ada pejabat yang bermain, mustahil tambang sebesar ini bisa berjalan terus. Peringatan sudah kami sampaikan kepada Menteri ESDM sejak tiga tahun lalu, tetapi hingga kini belum ada langkah tegas. Pemerintah pusat jangan tutup mata,” ujar politisi Partai Gerindra itu menambahkan.
Kerusakan sungai makin nyata saat rombongan tiba di lokasi tambang. Aliran Sungai Wariori yang biasanya deras kini hanya menyisakan lubang-lubang besar berisi air keruh kehijauan. Disalah satu sisi, ekskavator masih beroperasi mengeruk badan sungai, sementara dua pekerja tampak menyemprotkan air ke bebatuan untuk mencari butiran emas. Jejak merkuri sebagai bahan kimia pemisah emas diduga kuat mencemari air, mengancam ribuan warga yang bergantung pada sungai tersebut.
Suasana di lokasi juga memperlihatkan upaya pekerja tambang untuk menutupi aktivitasnya. Rombongan DPR dan Bupati sempat dihadang batang pohon besar yang ditebang di tengah jalan menuju Wasirawi, seolah sengaja dijatuhkan untuk memperlambat laju kendaraan.
Sesampainya di area tambang, banyak pekerja memilih bersembunyi di balik bedeng begitu melihat rombongan tiba. Air deras dari hulu ini mengular dengan menghindari lubang-lubang raksasa yang dihalangi benteng pasir. Di beberapa sisi sungai tampak bedeng dengan atap terpal yang menjadi tempat tinggal sementara para buruh tambang.
Sebagian besar pekerja ternyata bukan berasal dari Papua, melainkan didatangkan dari berbagai daerah di Indonesia, seperti Sulawesi, Jawa hingga Sumatera. Mereka direkrut langsung oleh pengusaha tambang yang berhubungan dengan kepala suku sebagai pemilik tanah ulayat.
Hermus Indou, Bupati Manokwari, menekankan dampak serius yang dirasakan masyarakat akibat aktivitas ilegal ini. “Air yang seharusnya digunakan warga untuk bertani kini tercemar bahan kimia berbahaya. Pertanian stagnan dan warga gagal panen,” ujar Hermus Indou.
Selain pencemaran, Hermus menyoroti banjir yang berulang kali melanda wilayah hilir. Sedimentasi akibat galian tambang membuat aliran Sungai Wariori menyempit dan meluap ke permukiman. “Lebih dari 4.000 warga terdampak. Rumah hingga tempat ibadah sempat terendam banjir selama dua pekan,” ungkapnya lagi.
Hermus menambahkan, kendala lain yang dihadapi pemerintah daerah adalah keterbatasan kewenangan. “Kami hanya bisa koordinasi dengan aparat penegak hukum agar dilakukan penertiban. Jika perlu, kita tata melalui koperasi agar masyarakat juga bisa menikmati hasil secara legal,” katanya.
Sementara itu, Kapolda Papua Barat Irjen Pol Johnny Eddizon Isir menegaskan pihaknya konsisten menindak tambang ilegal, terutama yang menggunakan alat berat. Kapolda menambahkan, pihaknya sudah menindak sejumlah kasus dan memastikan tidak ada anggotanya yang terlibat. “Saya sudah sampaikan kebijakan bahwa tidak ada anggota Polda yang terlibat dalam berbagai aktivitas penambangan ilegal, bukan cuma tambang tetapi berbagai bentuk lainnya. Kalau ada, akan langsung kita tindak,” tegasnya.
Apalagi, lanjut Yan Mandenas, Presiden Prabowo Subianto sudah menegaskan penertiban tambang ilegal dalam pidatonya di Sidang Tahunan MPR 2025, yang menyoroti 1.068 titik tambang ilegal dengan potensi kerugian negara mencapai Rp 300 triliun. “Kami dari Partai Gerindra ingin mengawal semangat Presiden. Menteri ESDM, apalagi putra Papua, mendapatkan jabatan strategis, seharusnya lebih berani. Sudah waktunya dia bicara,” tegas Yan.
Yan menutup bahwa sebagai anggota DPR dari Partai Gerindra, ia menagih keseriusan Menteri ESDM untuk mengeksekusi perintah Presiden Prabowo. Tanpa langkah nyata dari pemerintah pusat, janji penertiban tambang ilegal tak akan tercapai, sementara masyarakat Papua terus menanggung dampaknya. (H-2)