Jakarta -
Saya menyukai bangunan-bangunan tua peninggalan kolonial Belanda karena arsitekturnya yang kokoh sekaligus terlihat mewah dalam gradasi warna putihnya.
Museum Mandiri di kawasan kota tua Jakarta, adalah salah satunya. Bangunan yang saat ini masuk dalam cagar budaya ini mulai dibangun pada tahun 1929.
Awalnya dipergunakan sebagai perusahaan dagang milik Belanda, sebelum berkembang menjadi perusahaan perbankan bernama Nederlandsche Handel-Maatschappij (NHM).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
NHM dinasionalisasi oleh Presiden Soekarno pada tahun 1960, setelah Belanda hengkang dari Indonesia, menjadi kantor Bank Koperasi Tani & Nelayan urusan ekspor impor, yang kemudian menjadi Bank Ekspor Impor Indonesia.
Pada masa reformasi, bersama dengan tiga bank besar lainnya milik pemerintah, bank ini kemudian digabungkan menjadi Bank Mandiri.
Bangunan bergaya arsitektur art deco klasik ini berdiri di atas lahan seluas 10.039 meter persegi. Luas bangunannya sendiri lebih dari dua kali lipat luas tanahnya karena dibangun lebih dari satu lantai, ditambah dengan ruangan bawah tanah.
Letaknya sangat strategis, mudah dijangkau dengan transportasi umum, karena berada tak jauh dari stasiun kereta dan halte transjakarta Jakarta Kota.
Koleksi museum ini digolongkan sebagai ekonomika dan numismatika yang rata-rata terkait dengan aktivitas perbankan, mulai dari perlengkapan operasional bank, koleksi surat berharga, hingga mesin hitung uang mekanik.
Buku besar yang memang ternyata sangat besar
Dari koleksi museum ini kita juga mengetahui, bahwa buku yang digunakan untuk pencatatan keuangan pada masa kolonial memiliki ukuran yang sangat besar.
Pantas saja hingga sekarang masih disebut sebagai buku besar, ya?
Ruangan yang wajib dikunjungi di museum ini adalah ruangan bawah tanah, tempat disimpannya brankas-brankas kuno dalam berbagai ukuran, warna dan merek.
Di antaranya terdapat brankas dari Inggris buatan tahun 1900-an merek Ratner Safe London dan Milner's Patent London.
Uniknya, brankas-brankas ini tersimpan dalam brankas besar berbentuk ruangan dengan pintu baja yang sangat kokoh dilapisi jeruji besi. Brankas di dalam brankas.
Sedangkan ornamen bangunan paling khas yang masih dipertahankan sesuai bentuk aslinya, sekaligus bisa dikategorikan sebagai karya seni bernilai tinggi, adalah kaca patri yang sangat luas, menghiasi dinding di antara tangga menuju lantai dua.
Kaca patri ini menggambarkan tiga peristiwa. Bagian pertama menggambarkan kisah perjalanan pelaut Belanda ketika menemukan Nusantara.
Bagian kedua merepresentasikan empat musim di Eropa serta seorang wanita yang dimaksudkan sebagai Ibu Pertiwi Nusantara.
Bagian ketiga untuk menghormati tokoh Belanda yang pernah menjabat sebagai Direktur Utama NHM.
Konon, bagian kedua yang menggambarkan empat musim di Belanda itu dimaksudkan untuk mengobati kerinduan para pekerja Belanda di Indonesia akan tanah airnya.
Bagian bangunan lain yang sangat unik di gedung tua ini adalah lift bersejarah era kolonial Belanda yang dipakai sejak tahun 1933. Lift antik ini ternyata masih berfungsi dan terawat dengan sangat baik di Museum Mandiri hingga hari ini.
(msl/msl)