Jakarta -
Sejumlah nasabah PT Asuransi Jiwa Kresna (Kresna Life) menuntut pendiri Kresna Grup Michael Steven bersama seluruh jajaran direksi untuk bertanggung jawab kepada para pemegang polis.
Salah satu pemegang polis Kresna Life, Ferdinan Petro Simanjuntak menyampaikan dirinya bersama pemegang polis lain tidak mendukung proses subordinasi loan yang diajukan oleh manajemen asuransi jiwa Kresna Life. Sebab menurutnya, hal tersebut merugikan nasabah.
"Kami mendukung OJK untuk selalu berada melindungi nasabah dan kami juga minta pertanggungjawaban kepada Michael Steven serta seluruh direksi asuransi jiwa Kresna untuk menyelesaikan tanggung jawabnya kepada para pemegang polis," ujar Ferdinan dalam keterangannya, Jumat (16/8/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal ini disampaikannya saat menyambangi Kantor OJK di Jakarta bersama sejumlah pemegang polis Kresna Life lain, baru-baru ini.
Ferdinan mengungkapkan kedatangannya ke Kantor OJK untuk menyampaikan aspirasi dan meminta penjelasan regulator terkait perkembangan likuidasi kasus gagal bayar Kresna Life
"Kami di sini nasabah asuransi jiwa Kresna datang ke OJK untuk bertemu dan berdiskusi serta menyampaikan aspirasi menanyakan tentang status hukum mengenai asuransi jiwa Kresna yang sedang dalam likuidasi. Dan setelah mendapatkan penjelasan dari OJK bahwa kami mengetahui proses sedang berjalan dan berlangsung, dan likuidasi juga sedang berlangsung dan diusahakan secepatnya untuk diproses," jelasnya.
Ferdinan juga meminta pihak kepolisian agar segera menangkap Michael Steven yang telah menjadi tersangka dan dinyatakan buron. Menurutnya, langkah tersebut dapat mempercepat penyelesaian pembayaran klaim kepada pemegang polis.
"Kepada pihak kepolisian kami minta untuk segera menangkap Michael Steven yang sudah buron dan seluruh direksi agar bertanggung jawab untuk mengganti kerugian yang dialami nasabah," ucapnya.
Ferdinan juga mendukung upaya hukum yang dilakukan OJK kepada Kresna Life. Menurutnya, hal ini dilakukan demi melindungi konsumen, khususnya para pemegang polis Kresna Life.
"Kami juga mendukung OJK untuk selalu bekerja melindungi nasabah asuransi jiwa Kresna. Dalam hal ini, kami mendukung OJK untuk melaksanakan dan mendukung proses kasasi yang sedang berlangsung," tutur Ferdinan.
Sebagai informasi, pemilik Grup Kresna Michael Steven sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri atas perkara yang menyangkut PT Kresna Sekuritas. Meski sudah ditetapkan sebagai tersangka, Michael Steven masih dapat memenangkan gugatan terhadap OJK dalam tiga kasus di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Pengamat Hukum Denny Indrayana menilak ada sejumlah ketentuan peraturan perundangan-undangan yang bisa digunakan untuk menjerat pemilik manfaat sebagai pelaku kejahatan korporasi. Adapun dua di antaranya, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 10 Tahun 2018 Tentang Penerapan Tata Kelola Manajer Investasi dan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 15 Tahun 2019.
"Pemegang saham itu bukan hanya atas nama yang ada di dalam anggaran dasar, tapi dia bisa jadi tidak muncul dalam anggaran dasar dan manfaatnya dia terima," katanya.
Hal tersebut disampaikan dalam acara InfobankTalknews bertema "Membongkar Kejahatan Korporasi di Sektor Keuangan" yang digelar secara daring belum lama ini.
Denny menjelaskan modus penerima manfaat sebenarnya sudah diantisipasi. Sayangnya, tidak sedikit oknum penegak hukum yang tidak paham, tutup mata, atau bahkan menyampingkan ketentuan tersebut.
Dari sisi hukum terkait kasus Michael Steven sebagai buron, kata Denny, pelaku kejahatan yang 'melarikan diri' semestinya diberikan pengetatan dalam melakukan upaya hukum. Sebab jika pengadilan tidak berani mengambil sikap demikian, maka buron bisa dengan bebas lari dari tanggung jawabnya terhadap proses penegakan hukum.
"Dalam kajian ilmu hukum yang telah diperbincangkan secara global, dikenal doktrin fugitive disentitlement, yaitu konsep untuk membatasi hak 'penjahat' dalam melakukan pembelaan hukum pada situasi tertentu. Bila mencermati ketentuan domestik, Mahkamah Agung telah menetapkan sejumlah surat edaran yang mengandung pembatasan hak bagi buronan, misalnya larangan bagi DPO untuk mengajukan upaya praperadilan dalam SEMA 1/2018," pungkasnya.
(prf/ega)