Jakarta -
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy melaporkan saat ini jumlah pengangguran terbuka RI mencapai 4,82%. Persentase ini turun 0,63% dari angka pengangguran 2023.
Hal ini disampaikan Muhadjir dalam sambutannya di acara Penganugrahan Paritrana Award BPJS Ketenagakerjaan Tahun 2024. Data tersebut ia kutip berdasarkan ada catatan Badan Pusat Statistik (BPS).
"Pada tahun 2024, menurut data BPJS Pemerintah, Indonesia telah berhasil mengurangi angka pengangguran. Angka pengangguran terbuka di Indonesia sebesar 4,82% mengalami penurunan sebesar 0,63% dari angka pengangguran tahun 2023," kata Muhadjir, di Plaza BPJAMSOSTEK, Setiabudi, Jakarta, Kamis (12/9/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu angka penduduk pekerja di sektor formal naik 0,95% dibanding 2023 sebanyak 58,05 juta. Dengan demikian, menurutnya makin banyak penduduk kerja di sektor informal, geser ke formal seiring tumbuhnya iklim usaha investasi pasar.
"Ini merupakan bukti sasaran BPJS Ketenagakerjaan dalam penyediaan lapangan kerja yang layak dan terjangkau telah meningkat, baik dalam masa pemerintahan Pak Jokowi dan Pak Ma'ruf Amin," ujarnya.
Lebih lanjut, Muhadjir juga menyoroti kondisi penyerapan tenaga kerja yang terbilang masih kurang optimal. Padahal, investasi dan pembangunan terus digembor-gemborkan pemerintah dalam beberapa waktu terakhir.
Menurutnya, hal ini disebabkan karena investasi yang masuk ke Indonesia kebanyakan berbentuk padat modal sehingga penciptaan lapangan kerja baru kurang masif. Selain padat modal. investasi di Indonesia tercatat juga padat teknologi.
"Padat teknologi ini seperti dua sisi mata pedang. Satu sisi sangat dibutuhkan dalam rangka untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas, tapi satu sisi juga seperti kanker menggerogoti potensi angkatan kerja," ujar Muhadjir.
"Proses otomasi, proses pergantian robotik di beberapa sektor industri kita, terutama industri manufaktur ini kalau tidak diawasi dengan ketat, itu sangat membahayakan daya serap angkatan kerja kita di Indonesia ini. Karena itu tidak menjaminan kenaikan investasi itu berbanding lurus dengan daya serap dunia kerja," sambungnya.
Muhadjir menilai, apabila RI tidak bisa mengontrol transfer teknologi otomasi, terutama dengan artificial intelligence (AI), maka akan menjadi bahaya. Karena itu, ia meminta Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah untuk menaruh perhatian lebih terhadap potensi besar masalah ini di kemudian hari.
"Karena itu ini saya mohon juga menjadi perhatian dari Kementerian Tenaga Kerja, Mba Ida (Menteri Ketenagakerjaan), dan seluruh tim agar betul-betul kita lebih berpihak kepada kepentingan masyarakat banyak kembali ke angkatan kerja kita," kata dia.
Di sisi lain, Muhadjir berpandangan, masalah di angkatan kerja RI bukan hanya soal masih tingginya angka pengangguran, tetapi juga tingkat produktivitasnya yang juga masih belum seperti yang diharapkan. Dalam hal ini, banyak lapangan kerja tersedia namun secara hakikat belum produktif.
"Kalau seorang sarjana kemudian kerjanya, mohon maaf, tidak sesuai dengan bidang keahlian dan derajat kesarjanaannya, maka dia tidak bisa kita katakana sudah bekerja dengan produktif. Karena itu banyak sekali lapangan kerja di Indonesia ini sebetulnya lebih fokus kepada bagaimana mengatasi pengangguran," tuturnya.
Atas kondisi ini, menurutnya salah satu hal yang bisa dilakukan ialah mendorong agar investasi yang masuk ke Indonesia ke arah sektor padat karya, bukannya padat modal atau padat teknologi. Harapannya, hal ini bisa membantu melahirkan banyak lapangan kerja baru.
Simak juga Video: Jokowi Pamer Inflasi Terkendali, Stunting Berkurang-Pengangguran Ditekan
(shc/rrd)