Jakarta -
Indonesia diberi kelimpahan Sumber Daya Alam (SDA), termasuk hasil umbi-umbian. Sayangnya, permasalahan masih terus bergulir di kalangan petani, seperti penetapan harga jual yang tidak layak.
Berangkat dari keresahan ini, Riza Azyumarridha Azra tergerak untuk memberdayakan petani singkong di Banjarnegara. Mulanya, sekitar 2014, dia melihat petani-petani singkong di Banjarnegara yang mempunyai lahan sekitar 1 hektare (ha) rugi lantaran harga jual yang rendah, yakni Rp 200 per kilogram (kg).
Dia meneliti olahan singkong yang bisa mengerek nilai jual. Setelah berkonsultasi dengan praktisi dan para ahli, muncullah produk olahan singkong bernama tepung mocaf.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tiba-tiba ada petani ya, yang intinya dia sambil mengeluh gitu dan sedih karena waktu itu harga singkong Rp 200 per kilogram gitu. Waktu itu, dia punya lahan sekitar satu hektar atau setengah hektar. Singkongnya dibiarkan membusuk di lahan, kalau dipanen malah justru nombok, rugi ya gitu. Jadi, akhirnya dibiarkan membusuk di lahan," kata Riza kepada detikcom, ditulis Senin (26/8/2024).
Pria Ini bikin Singkong Naik Kelas hingga Jadi Unggulan Ekspor Foto: Dok. Pribadi
Usai berhasil membuat tepung mocaf, Riza mengajarkan kepada petani singkong. Namun, permasalahan kembali muncul. Para petani belum mengetahui cara menjual hingga memasarkan. Kemudian muncullah program Rumah Mocaf dengan konsep social planner. Selain memberdayakan petani, program ini juga diharapkan dapat menjangkau lebih luas lagi produk tepung mocaf.
Menurutnya, tepung mocaf berpeluang menjadi bahan pengganti tepung gandum dalam berbagai olahan. Apalagi dia melihat impor tepung gandum atau terigu terus naik tiap tahunnya. Selain itu, tepung mocaf lebih sehat karena bebas kandungan protein gluten.
"Itu kan pasar ya. Suatu saat kan kami memimpikan ya ketika ada Menteri Perdagangan atau Menteri Pertanian, atau bahkan Presiden yang berani menyetop 100% impor terigu, akan ada jutaan petani singkong yang diangkat harkat martabatnya atau kesejahteraannya. Seperti itu itu kan yang sangat meyakini kami bahwa ini merupakan prospek cerah pasar dunia," jelasnya.
Dia menyebut bisnis yang dilakoninya selama 10 tahun ini mengalami jatuh bangun. Bahkan dia bilang pihaknya tidak mendapatkan modal bank sehingga menggunakan dana sendiri. Kemudian keuntungannya diputar untuk membeli alat-alat yang mendukung pembuatan produk.
Saat ini, sudah ada 40 pekerja di Rumah Mocaf. Setiap bulannya, pihaknya mengirimkan 30 ton tepung mocaf ke distributor langganan.
Kini siapa sangka, salah satu produk olahan singkong ini berhasil mendarat di berbagai negara, seperti Singapura, Malaysia, Turki, hingga Oman. Hal ini menjadi salah satu bukti bahwa produk olahan dari kalangan kelas bawah dapat diterima di negara-negara lain.
"Kami bangun dari nol, alhamdulillah sekarang udah secara pasar sudah mulai merata gitu, dalam artian distributor kami, agen-agen kami sudah ada di hampir setiap provinsi. Bahkan kami sudah mulai rutin untuk ekspor ke beberapa negara, ekspor mocaf ke Turki, ke Oman, ke Singapura, ke Malaysia," tambahnya.
Tepung mocaf dijual dengan Rp 15.000 per kg. Setiap bulannya, dia mengirim sebanyak 30 ton ke distributor langganan. Dengan begitu, setidaknya dia menerima omzet minimal Rp 450 juta dari olahan tepung mocaf. Saat ini ada 10 produk olahan singkong, mulai dari mie, gula, hingga kue.
(ara/ara)