Jakarta -
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta Komisi XI DPR RI tidak terlalu kaku dalam ikut mendesain Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025. Pasalnya gejolak tekanan ekonomi global berubah secara cepat hanya dalam hitungan minggu.
"Saya mengharapkan untuk DPR bisa bersama pemerintah mendesain APBN jangan terlalu kaku karena dunia itu bergeraknya luar biasa. Kalau terlalu kaku dan dunia berubahnya dalam hitungan minggu, maka kita tidak mampu merespons," kata Sri Mulyani saat rapat kerja tentang RAPBN 2025 dengan Komisi XI DPR RI, Rabu (28/8/2024).
Ia mencontohkan ketika terjadi bencana, namun ruangan memiliki pintu dan jendela yang terkunci rapat, otomatis ketika terjadi gejolak akan membuat orang di dalam ruangan tersebut dalam bahaya besar. Dalam desain APBN disebut harus ada ventilator.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ventilasi itu diterjemahkan sebagai desain RAPBN 2025 yang harus dibuat secara fleksibel namun tetap akuntabel. Artinya, ada ruang dalam APBN untuk dilakukan penyesuaian secara berkala untuk menjaga momentum pertumbuhan penciptaan kesempatan kerja dan indikator-indikator pembangunan.
"Jadi APBN terus didesain untuk fleksibel, namun tetap sustain karena kalau fleksibel tapi carried away kita bisa breakdown. Jadi countercyclical ada batasnya juga dan ada masanya juga. Kita harus punya disiplin kapan ada waktunya dan berapa level untuk countercyclical," tegasnya.
"Ini agar instrumen APBN tidak over exploited atau over used yang kemudian menggerus kredibilitas jangka menengah dan kita 10 tahun terakhir punya track record baik dan ini kita saya berharap terjaga terus dengan kerja sama Komisi XI dan DPR dengan sangat baik," tambahnya.
Sri Mulyani mendorong supaya acuan asumsi makro APBN 2025 yang akan dijalankan presiden terpilih Prabowo Subianto tetap dibuat moderat. Mulai dari pertumbuhan ekonomi yang tetap di level 5,2%, inflasi di kisaran 2,5%, suku bunga SBN 10 tahun di level 7,1% rata-rata, serta nilai tukar rupiah yang masih di level Rp 16.100/US$.
Sementara itu, defisit APBN diusulkan di level 2,53% atau senilai Rp 616,2 triliun. Defisit terjadi karena belanja negara didesain lebih besar yakni Rp 3.613,1 triliun dibandingkan pendapatan negara Rp 2.996,9 triliun.
(aid/rrd)