Jakarta -
Serikat Pekerja (SP) Indofarma mengungkap sejumlah permasalahan yang menekan kinerja perusahaan. Saat ini, kondisi perusahaan berat karena memiliki utang gaji ke karyawan.
Ketua Biro Konseling & Advokasi SP Indofarma Ahmad Furqon menerangkan, pembentukan holding pada tahun 2020 mulanya diharapkan menjadi titik balik Indofarma sering merugi. Namun, hal terjadi sebaliknya karena Indofarma harus mengubah bisnis dari farma menjadi alkes dan herbal.
"Ini akhirnya kalau dilaksanakan dengan segera ketika itu membuat Indofarma cukup terguncang karena tidak mudah mengubah bisnis yang asalnya farma menjadi alkes dan herbal," katanya di Komisi VI Jakarta, Rabu (28/8/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada tahun 2020-2022 pihaknya telah mencium adanya potensi fraud. Pada saat itu terjadi rangkap jabatan manajer akuntansi dan keuangan di Indofarma dan anak usahanya PT Indofarma Global Medika (IGM).
"2020-2023 berdasarkan hasil audit investigasi BPK ditemukan adanya dugaan praktik fraud di Indofarma sebesar Rp 371 miliar dan piutang bermasalah anak perusahaan PT IGM sebesar Rp 470 miliar, itu pun sebagian besar produk COVID yang tidak terserap oleh konsumen yang berakibat produk tersebut akhirnya sampai sekarang expired di gudang Indofarma," jelasnya.
Akhirnya, pada tahun ini perusahaan tidak bisa membayarkan gaji karyawan secara penuh. Ia mencatat, utang gaji perusahaan dan anak usahanya PT IGM sebesar Rp 95 miliar.
"Lalu 2024 Indofarma mengalami gugatan PKPU, selain itu semenjak 2024 pun Indofarma Grup sudah tidak sanggup lagi membayarkan gaji karyawan dengan penuh, itu yang terjadi kondisinya," ungkapnya.
(acd/rrd)