Modus Kejam Perusahaan Asing Caplok Pulau RI: Pekerjakan WNI, Lalu Dipecat

3 hours ago 4
winjudi situs winjudi online winjudi slot online winjudi online slot gacor online situs slot gacor online link slot gacor online demo slot gacor online rtp slot gacor online slot gacor online terkini situs slot gacor online terkini link slot gacor online terkini demo slot gacor online terkini rtp slot gacor online terkini Akun slot gacor online Akun situs slot gacor online Akun link slot gacor online Akun demo slot gacor online Akun rtp slot gacor online informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya winjudi

Jakarta -

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) kembali melakukan penyegelan sementara kegiatan pemanfaatan ruang laut terhadap resort di pulau terluar RI yang tidak berizin lengkap. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar pulau-pulau itu tidak direbut perusahaan asing.

Terakhir KKP menyegel dua resort yang terletak di Pulau Maratua, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur karena diduga tidak memiliki dokumen izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL). Kedua resort ini dikelola oleh PT MID dan PT NMR yang merupakan perusahaan asing.

Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Pung Nugroho Saksono, menyebut tidak adanya izin terkait pemanfaatan ruang di pulau terluar itu merupakan salah satu indikasi upaya penyerobotan kepemilikan pulau di RI.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Belajar dari kasus pencaplokan pulau Sipadan dan Ligitan, ia menjelaskan modus yang banyak digunakan adalah melakukan pembangunan, baik resort atau usaha sektor pariwisata lainnya, di pulau tersebut melalui Penanaman Modal Asing atau (PMA).

Pria yang akrab disapa Ipunk ini menyebut awalnya pembangunan dan operasional resort ini menggunakan tenaga kerja dari Indonesia, terutama penduduk lokal. Namun lambat laun para pekerja ini diberhentikan atau pemutusan hubungan kerja (PHK).

Sehingga lambat laun penduduk Indonesia yang menempati pulau tersebut pergi ke tempat lain. Barulah setelah itu, kekurangan tenaga kerja tadi akan diganti dengan orang asing.

"Modusnya, seperti yang dulu terjadi di Sipadan dan Ligitan, pulau tersebut dia kelola oleh PMA. Kemudian karyawannya itu orang Indonesia, WNI. Nah lambat laun terus-terusan karyawan tersebut, yang WNI terutama, mereka satu per satu di-PHK nih," kata Ipunk dalam Konferensi Pers 'Update Penegakkan Hukum PKKPRL untuk Pulau-pulau Kecil dan Terluar' di kantor KKP, Senin (23/9/2024).

"PHK-PHK sampai habis, diisilah orang-orang asing tersebut. Sehingga pulau tersebut tidak ada orang Indonesia lagi. Nah sudah orang asing semua, diklaim lah itu menjadi milik mereka," jelasnya lagi.

Menurutnya, sebagai bukti klaim bahwa pulau terluar RI itu merupakan milik mereka, perusahaan asing ini akan membuat atau menyusun data statistik sederhana. Mulai dari jumlah pohon yang ada di pulau itu hingga data-data lain yang tidak dimiliki pemerintah.

"Mereka punya data statistik nantinya yang kita tidak punya kalau kita lengah. Data statistik yang mereka punya itu sederhana, jumlah pohon berapa misalnya, terus kemudian ada batu apa, mereka punya semua itu. Bahkan mungkin kalau dia sekarang bikin jembatan tuh berapa kayu yang dia pakai atau bambu," ucapnya.

Dengan data statistik itulah mereka bisa mengklaim bahwa pulau tersebut dimiliki dan dikelola oleh mereka. Belum lagi karena tidak adanya dokumen perizinan dari pemerintah ataupun kehadiran WNA di pulau itu membuat RI kesulitan untuk membuktikan kepemilikannya.

Untuk mencegah pencaplokan pulau terluar RI ini terjadi kembali, Ipunk mengatakan pihak KKP sudah bekerja sama dengan masyarakat sekitar untuk melakukan pengawasan. Dari sana pihaknya dapat menerima laporan teraktual dari lapangan.

"Terkait dengan teknologi terhadap pulau-pulau kecil tersebut yang tidak ada sinyal kami punya Pokmaswas, Kelompok Masyarakat Pengawas. Di sekitaran pulau tersebut ada beberapa orang yang kita hire menjadi Pokmaswas. Mereka lah yang melaporkan kepada kami, 'pak ada pulau di sana isinya pulau asing', 'pak pulau di sana, di situ ada pembangunan resort-resort'," jelasnya.

"Kalau kita tidak hadir di sana, kalau negara tidak hadir di pulau terluar. Makanya KKP hadir di pulau terluar untuk memastikan itu masih wilayah NKRI di situ. Kalau kita tinggal diam, hanya kenangan ke depannya. Tapi kita pastikan bahwa kita menjaga pulau-pulau terluar dalam hal ini," tegas Ipunk lagi.

(fdl/fdl)

Read Entire Article